Selasa, 11 Maret 2014

Cerita

Biru Putih diatas Kertas
( Intan Septyanasari )Kupersembahkan untuk Greezaku tersayang dan sahabatku tersayang


Pagi ini, seperti biasa aku bersiap berangkat ke sekolah. Aku adalah siswa kelas 2 SMP. Namaku “Ramadhanti Emila” dan biasa disapa Mila. Pagi itu, kutemukan sahabatku “Amandhita Kariza” yang tengah duduk di depan kelas bersama “Citra Amalia” dan “Thesania Melatia” sambil memasang wajah sedihnya. Rasa khawatirpun langsung menyelimutiku. Kuhampiri ia sesegera mungkin. Ketika ia menatapku dengan penuh harapan agar aku mau mendengarkan ia bicara, aku sadar jika ia sedang membutuhkan sosokku.
“ Dhit, apa yang terjadi padamu?” Tanyaku pada Dhita.
“ Mil, bisakah kau temani nanti sepulang sekolah ? ” Pinta Dhita padaku.
“ Tentu saja. Mengapa kau terlihat murung?” Tanyaku kembali,
“  Sesuatu yang tak ku mau terjadi padaku, nanti saja aku ceritakan sepulang sekolah.” Jelas Dhita.

            Ketika bel pulang berbunyi, aku langsung menghampiri Dhita yang masih terlihat tak baik dengan suasana hatinya. Kamipun berjalan keluar kelas dan menaruh tas kami di teras kelas kami. Teras kelas kami bagaikan cafe yang kerap di gunakan untuk berkumpul bersama. Ketika ia menceritakan apa yang ia alami, akupun langsung bisa merasakan apa yang Dhita rasakan. Dhita merasa kesepian karna orang tuanya yang sibuk bekerja, dan untu bertemu dengan Dhita saja sangat sulit. Hanya kami lah satu-satunya harapan untuk membuatnya tidak merasa kesepian.
            Akhirnya saat kami dapatkan hari libur, kami putuskan untuk menginap dirumah Dhita. Dhita merasa sangat senang saat kita berkumpul bersama pada malam hari. Ketika kami saling tukar cerita, Citra bercerita kalau dia mungkin tak bisa berkumpul seperti ini untuk beberapa saat kedepan. Saat kami mendengar itu, kami lantas kaget. Saat kami tanya mengapa, ia hanya menjawab tak terjadi apapun padanya.
            Dua minggu setelah itu, kami sangat sulit menghubungi Citra. Semua teman satu kelasnya sudah kami tanya, tapi tak satupun orang tau. Kamipun akhirnya memutuskan untuk mencari tau apa yang terjadi. Saat kami menghubungi rumah Citra, pembantunya meminta kami datang ke rumah Citra sekarang. Ketika kami sampai di rumah Citra, suasana sangat hening hingga mbak Sum datang.
“Mbak Sum, Citra dimana?” tanyaku,
“ Begini mbak, sebenarnya saya pengen nyritain ini ke kalian dari dulu, tapi saya takut. Terus kemarin saya ditelfon sama mas Rafli untuk ngasih tau kalian tentang mbak Citra.” Jelas mbak Sum.
“ Lantas apa yang terjadi pada Citra? “Tanya Thesa.
“ Mbak Citra menderita penyakit akut.”
            Ketika kami mendengar hal itu, kami terkejut. Mbak Sum menjelaskan lebih banyak lagi. Sementara itu, kami hanya bisa diam. Saat itu juga, kami langsung menuju ke alamat yang mbak Sum berikan. Saat kami tiba di rumah yang menjadi tempat perawatan Citra, kami langsung menemui kakak Citra.
“ Kak, Citra dimana? ” tanya Dhita,
“ Oh, kalian? Citra didalam. Masuklah,” jawab kak Rafli.
            Kami pun langsung masuk ke dalam. Dan ketika kami masuk ke dalam ruangan Citra, kami melihat Citra yang sedang duduk sembari di temani perawatnya. Citra yang melihat kami, ia sangat senang dan langsung memeluk kami.
            “ Kalian?kapan kalian datang?aku pengen main sama kalian lagi.”
            “ Baru saja. Bagaimana keadaanmu?baikkah?” jawabku.
            “ ya, beginilah aku sekarang.”
            Kami banyak bercerita untuk melepas rindu kami. Sejak saat itu, Citra tak dapat berangkat ke sekolah lagi. Setiap kali kami datang, kami selalu bercanda bersama, mengerjakan tugas sekolah bersama, dan hampir semua kami lakukan bersama.
            Selama itu pula kami selalu bermalam di rumah perawatan Citra setiap malam minggu. Semakin lama, keadaan Citra makin tak stabil hingga pada akhirnya ia berpisah dengan kami. Kami sangat sedih. Sebelum ia meninggalkan kami, ia memberi kami pesan untuk kami selalu bersama. Sejak saat itu, kami bertekad apapun yang terjadi akan kita jalani bersama.
            Kapanpun dan dimanapun kami, kami tetap berempat. Sahabat itu adalah kawan yang akan tertawa bersama saat kita jatuh, bukan menertawakan kita saat kita jatuh.

1 komentar: